“Mas,Bangun! Udah adzan subuh, Sholat dulu”
Aku terbangun dari tidurku,
Sayup-sayup terdengar suara adzan subuh, Seperti biasa Ahmad membangunkanku
untuk Sholat Subuh bersamanya di Masjid, Sebenarnya aku malas untuk bangun, Benar-benar
malas! Tapi ku coba melawan Rasa kantukku untuk memenuhi kewajibanku Sebagai
Seorang muslim.
Padahal dulu
aku tidak pernah Sholat, Bahkan aku tak Pernah tahu apa-apa tentang agama,Aku
seorang muslim, Orang tuaku juga Seorang muslim, Tapi mereka tak Pernah
mengajarikanku Tentang agama, Mereka semua sibuk dengan Pekerjaan mereka,
Hingga terjadi sesuatu yang tak Pernahku inginkan, Yaitu Percerayan ayah dan
ibu, Ayah Pergi entah kemana, sementara ibu sering marah-marah tak jelas.
Sejak saat itu, Aku merasa dunia
ini sangat tidak adil! Disaat teman-temanku mendapatkan kasih saying dari ayah
dan ibu mereka, Aku tidak Pernah merasakan apa yang mereka rasakan dari orang
tuaku sendiri, Maka sejak hari itu, Aku tak ingin bersama keluargaku lagi, Aku
Pergi Sejauh mungkin Sehingga orang tuaku tak bias menemuiku lagi.
Saat aku bingun untuk pergi
kemana, Aku bertemu dengan Ahmad, Dia seperti malaikat penyelamat bagiku,
Disaat aku merasa tidak ada orang lain yang mau memperhatikanku Ahmadlah yang
menolongku, membantuku dari kesusahan hidup yang aku jalani, memberikanku
tempat tinggal, Bahkan dia mau menjadi guruku dlam masalah agama.
Sejak saat itulah aku merasa
memiliki sahabat, Dulu sewaktu aku masih sekolah, Aku mempunyai banyak sahabat,
Tapi, mereka semua tak ada yang seperti Ahmad, Aku benar-benar bersyukur kepada
allah, Karena di saat susah seperti ini, Allah memberikanku seorang sahabat
seperti Ahmad.
“Hei
Dimas, jangan ngelamun! Sudah selesai itu adzan”
Kata Ahmad menyadarkanku, ku
lihat ke arah jam, Sudah jam 04.00 Pagi, aku harus bergegas Pergi ke masjid,
“Iya mad, Aku mau wudhu dulu”
“ya
sudah, Ana tunggu di depan rumah ya?”
Tidak aku jawab Pertanyaannya,
Aku langsung bergegas wudhu dan bersiap-siap kemudian langsung menyusuh Ahmad
di depan rumah.
“iya,
takut sholatnya sudah di mulai ya sudah yek berangkat” jawabku,
“Ayo
dah…”
Fajar lambat laun menghilang
bergantian sinar sang surya yang Perlahan-lahan menyinari bumi yang sangat
kecil dan gelap tanpanya, Aku hanya bisa takjub dengan keindahan ciptaan Allah
swt yang satu ini, Disaat sebagian orang bru bangun dari tidurnya, atau bahkan
masih terlelap dalam tidur mereka, Aku bias menikmati keindahan Pesona alam
yang di berikan oleh Allah swt.
Setelah selesai sholat subuh,
kami pergi ke gubuk di tengah-tengah sawah yang berada tak jauh dari masjid,
Disini Aku belajar membaca Al-Qur’an dan beberapa ilmu Agama, Awalnya aku
bingun Kenapa tempat belajarnya disini ? Saat ku Tanyakan kepada Ahmad, dia
berkata:
“Disini tempat yang tenang,
Sambil menunggu waktu dhuha, Allah swt akan menunjukkan salah satu ciptaanya
yang indah kepada kita”
Aku mengernyitkan dahi, pada
saat itu aku tak Percaya dengan omongan Ahmad, mana mungkin ada sesuatu yang
indah di tempat yang Penuh dengan lumpur seperti ini ? tapi dugaanku salah!
Saat Pertama kli aku melihat,
aku sungguh terkesan takjub dengan sunrise yang di tunjukkan di tempat yang
jauh dari keramaian kota ini, semburat warna-warni yang menghiasi langit di
tambah warna hijau padi yang mulai menguning, menambah keindahan Pemandangan
yang ada, sungguh Pemandangan yang tak pernah kulihat sewaktu aku masih berada
di kota.
Bahkan, hingga sekarang, aku tak
Pernah bosan dengan Pemandangan ini, walaupun aku sudah melihatnya
berkali-kali, Mulutku tak Pernah berhenti mengucapkan kalimat tahmid tiap kali
aku melihatnya “subhanallah” Lirihku
“Apakah
Sekarang ente tau alasan ana ngajak ente ngaji di sini ?” Tanya Ahmad.
Aku menggeleng kepala “tidak,
mungkin hanya untuk menghiburku dan membuatku semangat untuk ngaji” jawabku.
“Bahkan
hanya itu saja mas, Tapia da alasan lain”
aku mengernyit kan dahi “Emang
ada alasan lain?” tanyaku.
Dia Tersenyum, lalu berkata “ini
adalah bukti bahwa tuhan itu satu, yaitu Allah swt, Kalau Tuhan lebih dari
satu, maka kedua Tuhan ini akan bertengkar memperebutkan kekuasaan, Dan semua
yang ada di dunia ini tidak akan pernah ada”
“Dan ini menunjukkan
kekuasaan Allah swt, Bagaimana bumi bias beputar pada porosnya, langit-langit
yang tidak pernah jatuh, dan juga gunung yang tidak Pernah bergerak sedikitpun
dari tempatnya, Semua ini adalah kuasa Allah swt termasuk sunrise yang kamu
lihat sekarang, ini termasuk kekuasaan Allah swt dan sudah pasti kita tidak
bias menandingi kekuasaannya”
Ahmad memberiku ilmu baru lagi
hari ini, setiap kali aku mendapatkan ilmu baru, tak henti-henti Aku bersyukur
kepada Allah swt atas nikmat yang ku yakini bukan sebuah kebetulan, Melainkan
sebuah rencana yang Allah swt sudah takdirkan untukku karena jika bukan takdir
allah swt, Mungkin sekarang aku tetap menjadi Dimas yang dulu, yang tidak tahu apa-apa
tentang agama.
Lama kami terdiam, Sibuk dengan
Pikiran kami masing-masing sambil tetap menikmati maqic hour yang belum usai.
Tiba-tiba Ahmad bertanya “ente
gak kangen sama orang tua ente ?”
Santak aku kaget dengan
Pertanyaan Ahmad
“na….nggak…..
kenapa emang”
“Apa
ente gak kasihan sama mereka? Kalau mereka nyariin ente ?”
“Mereka gak mungkin nyariin
aku ! selama ini mereka sibuk dengan kerjaan mereka masing-masing” Nada
bicaraku mulai meninggi
Bagai mana pun juga mereka
bekerja buat ente,mas Bukan untuk orang lain”
“Apa gunanya semua harta
mereka kalau aku gak Pernah dapat perhatian dari mereka!” Bantahku.
Tapi Rasulallah tidak pernah
menyuruh kita untuk kabur dari orang tua, Bahkan kita di tuntut untuk berbakti
kepada mereka, menuruti semua Perintahnya dan menjauhi semua larangannya,
Selama perintah dan larangannya tidak keluar dari syari’at agama, Maka wajib
bagi ente untuk taat kepada mereka agar mendapat ridho allah swt”.
Aku hanya terdiam, tak bias
membantah lagi jika sudah berhubungan dengan agama, Aku tertunduk setelah
mendengar semua perkataan Ahmad, Dia medekatiku, memegang bahuku sambil
berkata:
“Kembalilah ke orang tuamu,
itu akan sangat membahagiakanku sebagai sahabatmu….” Tiba-tiba dia terjatuh
di atas pangkuanku, Aku terkejut, Ku coba membangunkannya, Dia tak sadarkan
diri, Aku semakin panik, Tanpa basa-basi lagi aku gendong Ahmad, ku pinjam
mobil tetangga, lalu ku bawa Ahmad ke rumah sakit terdekat.
Aku sempat bingun, bagaimana
caranya aku dapat uang untuk biaya berobat Ahmad di rumah sakit ? Jangankan
untuk berobat, Untuk makan saja aku masih di biayai Ahmad, Sementara pekerjaan
Ahmad pun juga bukan jenis pekerjaan yang bisa mendapatkan uang banyak, Dia
hanya seorang guru ngaji, Dan gaji Ahmad sendiri tidak menentu, Karena Ahmad
tidak pernah menetapkan tariff yang harus di bayar, Bahkan ada pula murid Ahmad
yang tidak membayar, tapi Ahmad tetap mengajarinya selayaknya murid yang lain.
Aku sudah tidak peduli lagi
dengan biaya yang akan ku keluarkan, yang paling utama saat ini adalah kesembuhan
Ahmad, Dan semoga Ahmad tidak sakit parah, Sehingga aku tak perlu susah untuk
mencari biaya Pengobatan Ahmad.
Nama takdir berkata lain, Ahmad
mengidap tumor di otaknya, Dan dia harus segera di operasi, Aku semakin sedih
bercampur bingung, Sedih karena aku tidak tahu bahwa Ahmad memiliki Penyakit
yang berbahaya, Dan bingung karena aku tak tahu bagaimana aku bisa mendapatkan
uang untuk biya operasi Ahmad!
Mungkin benar kata Ahmad tadi
Pagi, Aku harus kembali lagi kerumah, Tapi bukan untuk tinggal di sana,
Melainkan untuk meminjam uang ke orang tua ku demi ke sembuhan Ahmad kutitipkan
Ahmad kepada tetangga, sementara Aku pulang kerumah demi kesehatan Ahmad.
Aku berada tepat di depan rumah
ku, yang sudah ku tinggalkan sejak perceraian orang tuaku, Aku pun tak yakin
apakah merka masih tinggal di sini atau sudah kembali ke orang tua mereka
masing-masing.
Entah kenapa aku takut untuk
mengetuk Pintu rumahku sendiri, Aku takut orang tuaku marah karena kelakuanku
yang pergi begitu saja. Kalau bukan karena Ahmad, mungkin aku gak akan kembali
ke rumah ini.
Ku ketuk pintu 3 kali “Assalamu’alaikum”
Terdengar sautan suara wanita
dari dalam, aku kenal suara itu, Suara ibu ku.
Ibu membukakan pintu “Ada apa
ya….” Ibu kaget melihatku, Pandangan kami bertemu “Dimas” Tanya ibuku. “I…iya bu ini aku Dimas” jawabku
Lirih, takut akan kemarahan ibuku.
Tiba-tiba saja Dia memelukku,
menangis, sambil berkata “Maafkan ibu nak, maafkan orang tuamu, karena kami
membuatmu pergi dari rumah nak…. Maafkan kami…..” sesal ibuku.
Aku yang terbawa suasana juga
ikut menangis.
“Iya
bu, maafin aku juga yang udah ninggalin rumah tanpa pamit”.
Suasana pun berubah menjadi haru
bercampur kebahagiaan yang tak ternilai harganya, Aku bersyukur kepada Allah
atas nikmat yang baru saja di berikannya, Dan aku tak lupa berterima kasih
kepada Ahmad atas nasehat yang ia berikan, Tanpa sarannya mungkin aku tak akan
pernah kembali kerumah ini.
“Ayo
nak masuk kedalam, sebentar lagi ayah pulang, Ibu akan masak masakkan sepecial
untuk mu hari ini”.
“Lho,
Bukannya ibu sama ayah…”
“Nanti
ibu jelasin, kamu masuk dulu, cepat-cepat mandi sebelum ayahmu Pulang”
Ibu tersenyum, sambil menarikku
ke dalam rumah.
Saat ayah datang, Dia sempat
terkejut melihatku, Namun dia tidak menangis seperti ibu namun aku dapat
melihat dari senyum kebahagiaannya yang terpancar darinya, Kami pun Berpelukan,
cukup lama kami berpelukan, mungkin Ayah rindu kepadaku.
Setelah itu kami makan bersama,
Sungguh Aku rindu dengan suasana kekeluargaan seperti ini, Aku pun menjelaskan
tentang kepergiaan ku, Tentang alasan kepergian ku, Pertemuanku dengan Ahmad,
Dan tentang persahabatan kami, Ayah juga menjelaskan prihal pertengkarannya
dengan ibu waktu itu, Dan mereka berdua menyesal saat mereka tau aku pergi,
saat itulah mereka memutuskan untuk rujuk kembali, Mereka sempat berusaha
mencariku Namun mereka tidak bisa menemukan keberadaan ku.
Lalu
aku katakana kepada ayah tentang alasan datang kemari, tentang penyakit yang di
derita Ahmad, Dan meminta tolong kepadanya untuk membantu operasi Ahmad, Entah
kenapa ibu tidak suka dengan alasanku, Lalu dia berkata “setelah itu apa
yang kamu lakukan nak?”
“Ya
aku ingin membantunya karena dia telah banyak membantuku” jawabku
Ibu kembali bertanya “Apkah
kau akan tinggal lagi bersamanya setelah ibu memberi mu uang untuk biaya
operasinya?”
Aku terdiam, tak tahu harus
berkata apa, ku lihat wajah ibu, Sepertinya ia menanti jawaban dariku, Aku
hanya bisa menyangkan bahu, Tanda bahwa aku tidak tahu, Ayah yang sedari tadi
diam akhirnya berbicara “Baiklah, Dimas. Ayah akan bantu kamu untuk membayari
semua biaya yang Ahmad butuhkan bukan Cuma itu, Ayah akan berikan dia uang
lebih untuk modal dia bekerja, sebagai tanda terima kasih ayah atas apa yang
dia berikan kepadamu, Tapia da satu syarat yang harus kamu penuhi”.
Awalnya aku senang karena ayah
akan membiayai orperasi Ahmad, Tapi kata “Syarat” dari ayah membuatku takut
kalau ayah meminta yang macam2
“Emangnya apa syaratnya yah?”
Tanyaku
“saat kamu pergi dari rumah,
Ayah dan ibu bernadzar kalo seumpama kamu pulang, rumah ini akan waqofkan
kepada ustad yang mengajari di pondok dekat kompleks kita, Dan kita akan pergi
kerumah yang sudah ayah beli di Australia, kita akan tinggal di sana” Tutur
ayahku.
Sebetulnya aku tak ingin meninggalkan kota ini, dan aku juga
tidak mau meninggalkan Ahmad yang sedang terbaring sakit di sana, Tapi apa daya,
Aku tak bias menolak permintaan orang tuaku, Dan juga demi kesembuhan Ahmad,
Maka aku hanya mengangguk tanda setuju, orang tuaku senang dengan keputusanku,
sementara aku diam dengan berbagai rasa yang berkecamuk di hati.
Hari ini hari keberangkatanku,
ku dengar kabar bahwa operasi Ahmad berjalan sempurna aku Bersyukur kepada Allah
atas kelancaran operasi Ahmad. Ada rasa bahagia saat mendengar hal itu Tapi ada
rasa sedih juga meninggal aku akan pergi meninggalkan kota ini.
Walaupun jarak memisah raga
kita, jiwa kita tetap bersama dalam ikatan persahabatan, karena sahabat tak
akan pernah tergantikan, meskipun suatu saat nanti kita akan menemukan teman
baru, tapi sahabat tidak akan pernah hilang oleh waktu, Meskipun tidak pernah
berhubungan sekalipun dalam waktu lama, Percayalah, Disaat kita bertemu nanti
kita tidak akan pernah lupa satu sama yang lain.
“Sampai kapanpun itu, Kamu
akan slalu jadi sahabatku, Ahmad”
Post a Comment